Makalah
PERENCANAAN PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kegiatan menyusun rencana pembelajaran
merupakan salah satu tugas penting guru dalam memproses pembelajaran siswa.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional yang dituangkan dalam
Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa salah
satu komponen dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu
adanya perencanaan pembelajaran yang di dalamnya menggambarkan proses dan hasil
belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik sesuai dengan
kompetensi dasar.
Agar proses pembelajaran dapat
terkonsepsikan dengan baik, maka seorang guru dituntut untuk mampu menyusun dan
merumuskan Perencanaan pembelajaran secara jelas dan tegas. Oleh karena itu,
melalui tulisan yang sederhana ini akan dikemukakan secara singkat tentang apa
dan bagaimana merumuskan perencanaan pembelajaran menggunakan media. Dengan
harapan dapat memberikan pemahaman kepada para guru dan calon guru agar dapat
merumuskan perencanaan pembelajaran secara tegas dan jelas dari mata pelajaran
yang menjadi tanggung jawabnya..
Pembelajaran merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi dan meningktakan intensitas dan
kualitas belajar pada diri peserta didik. Proses pembelajaran tidak dapat
dipisahkan dari perencanan pembelajaran. Perencanan pembelajaran harus dengan
sengaja diorganisasikan dengan baik agar dapat menumbuhkan proses belajar yang
baik yang pada gilirannya dapat mencapai hasil belajar yang optimal.
Untuk memahami hal tersebut, penulis menerapkan penggunaan media
sebagai sarana dalam pelaksanaan perencanaan pembelajaran. Media pembelajaran
merupakan salah satu komponen pembelajaran yang mempunyai peranan penting dalam
Kegiatan Belajar Mengajar. Pemanfaatan media seharusnya merupakan bagian yang
harus mendapat perhatian guru / fasilitator dalam setiap kegiatan pembelajaran.
Oleh karena itu guru / fasilitator perlu mempelajari bagaimana menetapkan media
pembelajaran agar dapat mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran dalam
proses belajar mengajar.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang
diatas, maka rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apakah perencanaan pembelajaran itu?
2.
Bagaimana cara mendesain pembelajaran
dengan melibatkan media?
3.
Bagaimana cara perencanaan evaluasi
belajar di sekolah?
C.
Tujuan
Berdasarkan uraian diatas, maka
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui tentang perencanaan
pembelajaran di sekolah.
2.
Untuk mengetahui cara mendesain
pembelajaran dengan melibatkan media.
3.
Untuk mengetahui cara perencanaan
evaluasi belajar di sekolah.
BAB II PERENCANAAN
PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA
A.
Perencanaan
Pembelajaran
1.
Pengertian
Perencanaan Pembelajaran
Briggs memberikan definisi disain atau
rencana pembelajaran sebagai berikut : Keseluruhan proses analisis kebutuhan
dan tujuan belajar serta pengembangan sistem
penyampaiannya untuk memenuhi
kebutuhan dan mencapai
tujuan belajar, termasuk di
dalamnya pengembangan paket
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, uji
coba dan revisi
paket pembelajaran, dan
terakhir kegiatan mengevaluasi
program dan hasil belajar (1978).
Disain
pembelajaran merupakan salah satu
komponen kegiatan teknologi pendidikan. Hal
ini dapat dipahami
kalau diingat bahwa
teknologi pendidikan merupakan
“Suatu bidang garapan yang ikut serta berusaha untuk memberikan fasilitas (kemudahan)
proses belajar manusia
dengan jalan memanfaatkan secara optimal sumber-sumber
belajar melalui fungsi pengembangan dan fungsi pengelolaan”. (Gafur,1979).
Sesuai dengan definisi tersebut komponen
kegiatan dalam rangka
mengaplikasikan konsep teknologi
pendidikan adalah sebagai berikut
:
1.
Memahami warga belajar (the learner)
dengan segala karakteristik
dan kebutuhannya. Teknologi pendidikan sangat memperhatikan
karakteristik, keadaan individual, dan
kebutuhan masing-masing siswa.
Hal ini didasarkan atas
anggapan bahwa keunikan
masing-masing individu sangat berpengaruh
terhadap hasil belajar.
2.
Memanfaatkan
secara penuh segala sumber belajar untuk meningkatkan proses pembelajaran.
Sumber belajar ini meliputi : pesan, orang, bahan, alat, teknik,
dan lingkungan atau
“setting”. Sumber belajar
meliputi sumber belajar yang
direncanakan (learning resource by
design) dan sumber belajar yang
digunakan (learning resource by utilization)
3.
Melakukan kegiatan
pengembangan; di sini
kegiatan itu meliputi
: riset, mengembangkan disain,
produksi paket pengajaran,
evaluasi, pengadaan bahan, alat dan biaya, serta pemanfaatannya .
4.
Mengelola
semua kegiatan mulai dari penyusunan rencana, pelaksanaan monitoring, revisi
dan evaluasi. Pengelolaan ini
meliputi pengelolaan organisasi
dan personel.
5.
Mengevaluasi
hasil dan proses pembelajaran.
Ada
pendapat lain yang
berbeda dengan apa
yang telah dikemukakan di atas.
Kalau tadi dikatakan
bahwa disain pembelajaran merupakan
salah satu komponen kegiatan
teknologi pendidikan, maka
Ackerman (1978, p.8) berpendapat bahwa
disain pembelajaran merupakan
nama lain teknologi pendidikan. Ackerman lebih
memilih menggunakan istilah “disain pembelajaran” dari pada istilah “teknologi
pendidikan” karena dengan menggunakan istilah “teknologi pendidikan” orang
sering mengasosiasikan istilah “teknologi”
dengan peralatan (hardware)
seperti radio, komputer, televisi, dan “software” seperti transparansi, film,
kaset, slide dan
sebagainya. Alasan Ackerman
memang dapat dipahami, sebab
dalam hal ini
ia mendefinisikan disain
pembelajaran
sebagai “keseluruhan
proses perencanaan yang
diperlukan untuk
menyampaikan pengajaran, termasuk
di dalamnya penggunaan
baik “hardware” maupun “software”.
Sejalan dengan
pendapat Ackerman ini
ialah pendapat Merril
(1978, p.234) yang menyatakan bahwa “esensi teknologi pendidikan adalah
disain dan pengembangan sistem pembelajaran”. Ia berpendapat
bahwa tugas pokok seorang ahli teknologi pendidikan ialah
menyusun disain dan mengembangkan sistem
pembelajaran. Media yang
biasanya selalu diasosiasikan
dengan teknologi pendidikan, menurut
Merril mempunyai kedudukan
sekunder. Yang primer adalah
disain pembelajaran. Artinya,
kalau disain pembelajaran
telah ditentukan maka media
apapun yang digunakan
bukanlah merupakan soal yang
pokok. Ia berpendapat
bahwa persoalan pemilihan
dan penggunaan media, lebih
merupakan persoalan ada tidaknya biaya serta persoalan tersedia tidaknya media
yang akan digunakan
untuk menyampaikan disain pembelajaran yang
telah disusun. Pendapat
Merril tersebut sebenarnya mengandung kontroversi
kalau diingat ia
sendiri dalam menyusun disain pembelajaran sebagai
aplikasi atas teorinya
yang terkenal dengan
nama “Teaching Concept” menggunakan komputer sebagai bagian yang
integral dari teori pembelajaran yang
dikembangkannya. Artinya, sejak
mulai pertama kali mendisain, media yang akan digunakan
adalah komputer. Sementara itu Lumsdaine
(1964, p. 14)
mengidentifikasi faktor-faktor
yang berpengaruh atas pertumbuhan konsep pengembangan sistem dan disain
pembelajaran tersebut sebagai berikut :
1.
Psikologi pendidikan
yang menaruh perhatian
terhadap perbedaanperbedaan
individual antar siswa. Dari sini kemudian lahir konsep belajar sesuai dengan
kecepatan dan kesempatan masing-masing siswa, mesin belajar yang
digunakan baik pada
lembaga pendidikan maupun perindustrian untuk keperluan
penataran atau pelatihan (training.)
2.
Teori belajar
berdasar ilmu jiwa
perilaku laku (Behavioral psychology) yang menekankan
pentingnya penguat (reinforcement) untuk meningkatkan perilaku belajar siswa.
3.
Hasil teknologi
permesinan yang memungkinkan
diciptakannya peralatan yang dapat
dipakai untuk menerapkan
teori-teori belajar seperti mesin
belajar, komputer, dan sebagainya.
4.
Perkembangan peralatan
audiovisual (radio, film,
slide, kaset video) yang dimanfaatkan untuk keperluan belajar dan mengajar.
Timbulnya konsep
teknologi pendidikan, pengembangan
sistem pembelajaran, disain pembelajaran,
dan lain-lain konsep
semacam itu, tidak lain
adalah merupakan usaha
para ahli pendidikan
dan pengajaran untuk memecahkan masalah-masalah belajar
manusia. Masalah-masalah itu antara lain
meledaknya jumlah siswa
dengan tenaga pengajar,
peralatan dan ruangan yang
terbatas, jumlah lulusan
yang tidak sesuai
dengan yang diinginkan oleh masyarakat,
kualitas lulusan yang
rendah, dan sebagainya (masalah pemerataan, relevansi,
efisienasi, dan mutu).
B.
Mendesain
Pembelajaran dengan Melibatkan Media
1. Pengertian Media
dan Desain Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak
dari kata medium yang secara harfiah berarti ‘perantara atau pengantar’. Media
adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadiman
dkk., 1990:6; Arsyad, 2005:3). Asosiasi Teknologi dan komunikasi Pendidikan
(Assosiation of Education and Communication Technology/AECT) di Amerika
memberikan batasan media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang
untuk menyalurkan pesan atau informasi. Gagne menyatakan bahwa media adalah
berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk
belajar. Briggs berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat
menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.
Batasan media yang agak berbeda berasal dari Asosiasi Pendidikan
Nasional (National Education Association/NEA). NEA menyatakan bahwa media
merupakan bentuk-bentuk komunikasi, baik tercetak maupun audiovisual serta
peralatannya. Dengan demikian, buku, tape recorder, kaset, video, camera, video
recorder, film, slide (gambar bingkai), foto, gambar, grafik, televisi, dan
komputer termasuk media. Berbagai batasan tersebut menyiratkan hal yang sama,
yakni media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan
dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses
belajar terjadi.
Sedangkan desain pembelajaran dapat
dimaknai dari berbagai sudut pandang, misalnya sebagai disiplin, sebagai ilmu,
sebagai sistem, dan sebagai proses. Sebagai disiplin, desain pembelajaran
membahas berbagai penelitian dan teori tentang strategi serta proses
pengembangan pembelajaran dan pelaksanaannya. Sebagai ilmu, desain pembelajaran
merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian,
serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran
dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai
tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan
pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana
serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar.
Sementara
itu desain pembelajaran sebagai proses menurut Syaiful Sagala (2005:136) adalah
pengembangan pengajaran secara sistematik yang digunakan secara khusus teori-teori
pembelajaran unuk menjamin kualitas pembelajaran. Pernyataan tersebut
mengandung arti bahwa penyusunan perencanaan pembelajaran harus sesuai dengan
konsep pendidikan dan pembelajaran yang dianut dalam kurikulum yang digunakan.
Dengan
demikian dapat disimpulkan desain pembelajaran adalah praktek penyusunan media
teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer
pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi
penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan
pembelajaran, dan merancang “perlakuan” berbasis-media untuk membantu
terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori
belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa,
dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas.
Komponen
Utama Desain Pembelajaran
Komponen
utama dari desain pembelajaran adalah:
1.
Tujuan Pembelajaran (umum dan
khusus) Adalah penjabaran kompetensi yang akan dikuasai oleh pembelajar.
2.
Pembelajar (pihak yang menjadi
fokus) yang perlu diketahui meliputi, karakteristik mereka, kemampuan awal dan
pra syarat.
3.
Analisis Pembelajaran, merupakan
proses menganalisis topik atau materi yang akan dipelajari
4.
Strategi Pembelajaran, dapat
dilakukan secara makro dalam kurun satu tahun atau mikro dalam kurun satu
kegiatan belajar mengajar. Bahan Ajar, adalah format materi yang akan diberikan
kepada pembelajar
5.
Penilaian Belajar, tentang
pengukuran kemampuan atau kompetensi yang sudah dikuasai atau belum.
6.
Teori-teori Pembelajaran dalam
Desain Pembelajaran
Penelitian
terkini mengatakan bahwa lingkungan pembelajaran yang bermedia teknologi dapat
meningkatkan nilai para pelajar, sikap mereka terhadap belajar, dan evaluasi
dari pengalaman belajar mereka. Teknologi juga dapat membantu untuk
meningkatkan interaksi antar pengajar dan pelajar, dan membuat proses belajar
yang berpusat pada pelajar (student oriented). Dengan kata lain, penggunaan
media menggunakan audio visual atau komputer media dapat membantu siswa itu
memperoleh pelajaran bermanfaat. Guru sebagai pengembang media pembelajaran
harus mengetahui perbedaan pendekatan-pendekatan dalam belajar agar dapat
memilih strategi pembelajaran yang tepat. Strategi pembelajaran harus dipilih
untuk memotivasi para pembelajar, memfasilitasi proses belajar, membentuk
manusia seutuhnya, melayani perbedaan individu, mengangkat belajar bermakna,
mendorong terjadinya interaksi, dan memfasilitasi belajar kontekstual, Terdapat
beberapa teori belajar yang melandasi penggunaan teknologi/komputer dalam
pembelajaran yaitu teori behaviorisme, kognitifisme dan konstruktivisme. Yaitu
sebagai berikut:
1)
Teori Behaviorisme
Behaviorisme memandang fikiran sebagai “kotak hitam” dalam
merespon rangsangan yang dapat diobsevasi secara kuantitatif, sepenuhnya
mengabaikan proses berfikir yang terjadi dalam otak. Kelompok ini memandang
tingkah laku yang dapat diobservasi dan diukur sebagai indikator belajar.
2)
Teori Kognitivisme
Kognitivisme membagi tipe-tipe pembelajar, yaitu: 1)
Pembelajar tipe pengalaman-konkret lebih menyukai contoh khusus dimana mereka
bisa terlibat dan mereka berhubungan dengan teman-temannya, dan bukan dengan
orang-orang dalam otoritas itu; 2) Pembelajar tipe observasi reflektif suka
mengobservasi dengan teliti sebelum melakukan tindakan; 3) Pembelajar tipe
konsepsualisasi abstrak lebih suka bekerja dengan sesuatu dan symbol-simbol
dari pada dengan manusia. Mereka suka bekerja dengan teori dan melakukan
analisis sistematis. 4) Pembelajar tipe eksperimentasi aktif lebih suka belajar
dengan melakukan paktek proyek dan melalui kelompok diskusi. Mereka menyukai
metode belajar aktif dan berinteraksi dengan teman untuk memperoleh umpan balik
dan informasi.
3)
Teori Konstruktivisme
Penekanan pokok pada konstruktivis adalah situasi belajar,
yang memandang belajar sebagai yang kontekstual. Aktivitas belajar yang
memungkinkan pembelajar mengkontekstualisasi informasi harus digunakan dalam
mendesain sebuah media pembelajaran. Jika informasi harus diterapkan dalam
banyak konteks, maka strategi belajar yang mengangkat belajar multi-kontekstual
harus digunakan untuk meyakinkan bahwa pembelajar pasti dapat menerapkan
informasi tersebut secara luas. Belajar adalah bergerak menjauh dari
pembelajaran satu-cara ke konstruksi dan penemuan pengetahuan.
3. Model-model
Desain Pembelajaran
Dalam
desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli.
Secara umum, model desain pembelajaran dapat diklasifikasikan ke dalam model berorientasi kelas, model berorientasi sistem, model berorientasi produk, model prosedural dan model melingkar.
Model
berorientasi kelas biasanya ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro
(kelas) yang hanya dilakukan setiap dua jam pelajaran atau lebih. Contohnya
adalah model ASSURE.
Model
berorientasi produk adalah model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu
produk, biasanya media pembelajaran, misalnya video pembelajaran, multimedia
pembelajaran, atau modul. Contoh modelnya adalah model hannafin and peck.
Satu
lagi adalah model beroreintasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk
menghasilkan suatu sistem pembelajaran yang cakupannya luas, seperti desain
sistem suatu pelatihan, kurikulum sekolah, dll. contohnya adalah model ADDIE.
Selain
itu ada pula yang biasa kita sebut sebagai model prosedural dan model melingkar.
Contoh dari model prosedural adalah model Dick and Carrey sementara contoh
model melingkar adalah model Kemp.
Beberapa
contoh dari model-model diatas akan diuraikan secara lebih jelas berikut ini:
1. Model Dick
and Carrey
Salah satu model desain pembelajaran adalah model Dick and
Carey (1985). Model ini termasuk ke dalam model prosedural. Langkah–langkah
Desain Pembelajaran menurut Dick and Carey adalah:
a. Mengidentifikasikan tujuan umum
pembelajaran.
b. Melaksanakan analisi pembelajaran
c. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan
karakteristik siswa
d. Merumuskan tujuan performansi
e. Mengembangkan butir–butir tes acuan patokan
f. Mengembangkan strategi pembelajaran
g. Mengembangkan dan memilih materi
pembelajaran
h. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif
i. Merevisi bahan pembelajaran
j. Mendesain dan melaksanakan evaluasi
sumatif.
Penggunaan model Dick and Carey
dalam pengembangan suatu mata pelajaran dimaksudkan agar (1) pada awal proses
pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu melakukan hal–hal
yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran, (2) adanya pesatuan
antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran dan hasil pembelajaran
yang dikehendaki, (3) menerangkan langkah–langkah yang perlu dilakukan dalam
melakukan perencanaan desain pembelajaran.
2. Model Kemp
Model Kemp termasuk ke dalam contoh model melingkar jika
ditunjukkan dalam sebuah diagram. Secara singkat, menurut model ini terdapat
beberapa langkah dalam penyusunan sebuah bahan ajar, yaitu:
a.
Menentukan tujuan dan daftar
topik,menetapkan tujuan umum untuk pembelajaran tiap topiknya;
b.
Menganalisis karakteristik pelajar,
untuk siapa pembelajaran tersebut didesain;
c.
Menetapkan tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai dengan syarat dampaknya dapat dijadikan tolak ukur perilaku
pelajar;
d.
Menentukan isi materi pelajaran yang
dapat mendukung tiap tujuan;
e.
Pengembangan prapenilaian/ penilaian
awal untuk menentukan latar belakang pelajar dan pemberian level pengetahuan
terhadap suatu topik;
f.
Memilih aktivitas pembelajaran dan
sumber pembelajaran yang menyenangkan atau menentukan strategi
belajar-mengajar, jadi siswa siswa akan mudah menyelesaikan tujuan yang
diharapkan;
g.
Mengkoordinasi dukungan pelayanan
atau sarana penunjang yang meliputi personalia, fasilitas-fasilitas,
perlengkapan, dan jadwal untuk melaksanakan rencana pembelajaran;
h.
Mengevaluasi pembelajaran siswa
dengan syarat mereka menyelesaikan pembelajaran serta melihat
kesalahan-kesalahan dan peninjauan kembali beberapa fase dari perencanaan yang
membutuhkan perbaikan yang terus menerus, evaluasi yang dilakukan berupa
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif
3. Model
Assure
Model assure merupakan suatu model yang merupakan sebuah
formulasi untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau disebut juga model
berorientasi kelas. Menurut Heinich et al (2005) model ini terdiri atas enam
langkah kegiatan yaitu:
-
Evaluate and Revise
-
Analyze Learners /Analisis Pelajar
Menurut Heinich et al (2005) jika
sebuah media pembelajaran akan digunakan secara baik dan disesuaikan dengan
ciri-ciri oelajar, isi dari pelajaran yang akan dibuatkan medianya, media dan
bahan pelajaran itu sendiri. Lebih lanjut Heinich, 2005 menyatakan sukar untuk
menganalisis semua cirri pelajar yang ada, namun ada tiga hal penting dapat
dilakuan untuk mengenal pelajar sesuai .berdasarkan ciri-ciri umum,
keterampilan awal khusus dan gaya belajar :
-
States Objectives /Menyatakan Tujuan
-
Select Methods, Media, and
Material/Pemilihan Metode
-
Utilize Media and materials/Penggunaan
Media dan bahan
-
Require Learner Participation
/Partisipasi Pelajar di dalam kelas
4. Model
Addie
Ada satu model desain pembelajaran yang lebih sifatnya lebih
generik yaitu model ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement- Evaluate). ADDIE
muncul pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda.Salah satu
fungsinya ADIDE yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan
infrastruktur program pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja
pelatihan itu sendiri.
Model ini menggunakan 5 tahap pengembangan yakni :
-
Analisis
-
Desain
-
Pengembangan
-
Implementasi
-
Evaluasi
5. Model
Hanafin and Peck
Model Hannafin dan Peck ialah model desain pengajaran yang
terdiri daripada tiga fase yaitu fase Analisis keperluan, fase desain, dan fase
pengembangan dan implementasi (Hannafin & Peck 1988). Dalam model ini,
penilaian dan pengulangan perlu dijalankan dalam setiap fase. Model ini adalah
model desain pembelajaran berorientasi produk.
C.
Perencanaan
Evaluasi
1.
Pengertian
perencanaan Evaluasi
Sebelum
kita berbicara mengenai
perencanaan evaluasi, kita
perdalam lebih dahulu istilah ‗rencana‘ dan ‗perencanaan‘. Kita pahami bahwa rencana adalah “a detailed
proposal for doing
or achieving something”, artinya suatu
rancangan rinci untuk melakukan sesuatu atau mencapai sesuatu. Dalam hal ini, perencanaan berarti ”roses
merencanakan sesuatu”. Harus
kita sadari bahwa
perencanaan merupakan suatu
cara untuk memproyeksi maksud
dan tujuan. Seperti
yang telah kita
tahu, perencanaan berkaitan dengan
konsep masa depan,
masalah-masalah yang memerlukan imajinasi dan
pilihan (choice), pemikiran
yang ditujukan ke
masa depan, dan proses
mencapai suatu tujuan.
Oleh karena itu,
perencanaan mencerminkan upaya
yang penuh pertimbangan. Perencanaan
diakui sebagai cara yang paling andal
(reliable) untuk mewujudkan
tujuan dan sasaran.
Perencanaan merupakan suatu cara
untuk menentukan serangkaian
tindakan untuk mengarahkan
tindakan tersebut agar sesuai dengan visi. Ackoff menyatakan bahwa
walaupun perencanaan itu
merupakan suatu proses pembuatan-keputusan, perencanaan
adalah jenis pembuatan
keputusan khusus:
(a)
perencanaan merupakan
sesuatu yang kita
lakukan sebelum bertindak,
artinya adalah pembuatan
keputusan yang sifatnya
antisipatif;
(b)
perencanaan diperlukan
bila keadaan masa
depan yang kita
inginkan tersebut melibatkan
sejumlah putusan yang
saling berkaitan, artinya
suatu sistem keputusan; dan
(c)
perencanaan
merupakan suatu proses
yang diarahkan untuk menghasilkan keadaan
di masa depan
yang diinginkan, dan
tidak diharapkan muncul kecuali
ada suatu tindakan yang dilakukan.
Jelaslah
bahwa dengan perencanaan
yang matang, tindakan
yang kita lakukan biasanya akan
mulus dan lancar, kecuali ada hal-hal lain yang tidak kita perhitungkan sebelumnya
atau yang memang
tidak bisa kita
antisipasi (dalam batas-batas
kemampuan kita sebagai manusia). Sebagai
contoh, Anda mungkin pernah mendengar
bahwa dengan perencanaan
yang matang, berarti
50% dari pekerjaan kita sudah
selesai, sisanya tinggal implementasi dan evaluasi,
Secara
garis besar ada
beberapa langkah umum
untuk mengembangkan perencanaan
evaluasi diantaranya:
1.
Menentukan tujuan evaluasi
2.
Merumuskan masalah evaluasi
3.
Menentukan jenis data yang akan dikumpulkan
4.
Menentukan sampel sesuai dengan tujuan evaluasi
5.
Menentukan model evaluasi sesuai dengan tujuan evaluasi
6.
Menentukan alat evaluasi
7.
Merencanakan personal evaluasi
8.
Merencanakan anggaran
9.
Merencanakan jadwal kegiatan
2.
Jenis Pendekatan
Evaluasi dalam Perencanaan evaluasi
Dalam
membuat perencanaan evaluasi, selain jenis informasi yang akandikumpulkan, kita
juga harus mempertimbangkan pendekatan
evaluasi yang nantinya akan kita
lakukan. Pada dasarnya, ada tiga jenis
pendekatan evaluasi yang bisa dipertimbangkan dalam
perencanaan evaluasi, yaitu :;
(1)
goal-based
evaluation,
(2)
process-based evaluation,
dan
(3)
outcome-based evaluation.
Dalam hal ini Anda tidak hanya sekedar
mengambil salah satu jenis pendekatan yang
ada, tetapi Anda harus
mengaitkannya dengan tujuan
dilakukannya suatu evaluasi. Berikut ini akan dibahas satu per satu jenis
pendekatan evaluasi yang memungkinkan untuk menyempurnakan perencanaan
evaluasi.
(1)
Goal-based
Evaluation.
Pendekatan ini
berkaitan dengan pencapaian
seluruh tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan.
Beberapa pertanyaan yang
diajukan saat Anda merencanakan suatu evaluasi bila akan
menggunakan pendekatan ini adalah:
Bagaimana cara
menentukan tujuan dan
sasaran program? Apakah proses ini akan efektif? Apa
kriteria dari kemajuan program dalam mencapai tujuan tersebut? Akankah tujuan
tersebut dicapai sesuai
dengan batas waktu
yang ditentukan dalam implementasi program? Jika tidak, mengapa? Apakah evaluator
memiliki cukup sumberdaya
(dana, peralatan, fasilitas,
pelatihan, dsb.) untuk mencapai tujuan tersebut? Bagaimana mengubah
prioritas agar program bisa
lebih fokus dalam mencapai tujuan
tersebut? (pertanyaan ini
bisa dianggap sebagai putusan manajemen ketimbang suatu
pertanyaan evaluasi.) Apakah batas waktu
bisa diubah (hati-hati
dalam membuat perubahan ini karena hal ini berkaitan dengan
penjadwalan)? Bagaimana mengubah tujuan
tersebut (ketahui upaya-upaya
yang mungkin bisa mempengaruhi
pencapaian tujuan sebelum
Anda memutuskan untuk mengubah
tujuan)? Apakah ada
tujuan yang bisa ditambahkan atau dikurangkan? Apa alasannya?
(2)
Process-based
Evaluation.
Process-based evaluations digunakan untuk
memahami secara mendalam bagaimana suatu
program berjalan. Evaluasi
ini akan berguna
jika suatu bersifat sangat lama
dan telah berubah
selama bertahun-tahun. Sebagai
contoh, Anda mungkin
merencanakan evaluasi berbasis
proses untuk mengetahui implementasi
kurikulum berbasis kompetensi
di suatu sekolah menengah selama
3 tahun. Di sini Anda bisa mengevaluasi
sejauh mana kompetensi para guru untuk
melaksanakan kurikulum berbasis kompetensi ini, bagaimana dampak
dari pelaksanaan kurikulum itu terhadap siswa, atau apa alasan guru untuk tidak
melaksanakan KBK. Sebelum Anda
melakukan evaluasi jenis
ini, hendaknya menguji
pendekatan ini dalam satu
atau dua program
sebelum Anda menerapkannya
pada seluruh program.
(3)
outcome-based evaluation.
Outcome-based evaluation berorientasi
pada hasil yang dicapai.
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahsan yang diuraikan di atas,
maka dapat dismpulkan bahwa :
1.
Perencanaan
Pembelajaran adalah Keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar
serta pengembangan sistem
penyampaiannya untuk memenuhi
kebutuhan dan mencapai
tujuan belajar, termasuk di
dalamnya pengembangan paket
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, uji
coba dan revisi
paket pembelajaran, dan
terakhir kegiatan mengevaluasi
program dan hasil belajar
2.
Ada
beberapa model desain pembelajaran yang bias digunakan dalam membuat desain
pembelajaran dengan melibatkan media, diantaranya adalah : model kemp, model
assure, model Dick & Carey
3.
Perencanaan
suatu evaluasi pembelajaran dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
(1)
menentukan tujuan
evaluasi, merumuskan masalah,
(2)
menentukan
jenis data
(3)
menentukan
sampel evaluasi,
(4)
menentukan
model evaluasi sesuai dengan tujuan
evaluasi,
(5)
menentukan alat
evaluasi,
(6)
merencanakan personal
evaluasi,
(7)
merencanakan
anggaran, dan
(8)
merencanakan
jadwal kegiatan.
B.
Saran-Saran
Demikianlah pemaparan makalah yang dapay
kami sampaikan semoga ada manfaatnya. Kritik dans saran yang sifatnya membangun
sangat kami harapkan untuk perbaikannya
DAFTAR PUSTAKA
1. Hamzah
B. Uno.2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
2. Omar
Hamalik.2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem. Bandung: Bumi Aksara
3. Permendiknas
RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses